ꦫꦶꦕꦶꦏꦤ꧀ꦏꦼꦫꦶꦱ꧀
Anatomi (Ricikan) keris jawa
Belajar yang paling bagus untuk memahami kerris adalah bertemu dengan mereka yang faham secara baik tentang Keris, tidak cukup hanya membaca dan membayangkannya kemudian kita sudha merasa tahu tentang keris, ilmu ajar “Nanting” memegang meraba merasakan hanya bisa dilakukan jika bertemu dengan ‘guru’,
Membaca gambar diatas tanpa merasakan lekuk liku anatomo atau ricikan keris akan sangat berbeda.
Membeli keris bisa saja dilakukan selama memiliki uang, akan tetapi mendapatkan keris yang benar sesuai pakem perkerisan, ternyata memiliki masalah sendiri, Keris bukan barang buatan pabrik yang memiliki kode produksi yang bisa dibaa secara kasat mata. Keris memiliki kode produksi masing-masing yang unik baik dari empu yang membuat, zaman keris diprodukasi, material yang digunakan, seni mengenal itu semua yang saling berkelindan dikenal dengan nama “Menangguh” bahasa jawa yang berarti memperkirakan.
Memahami Makna Pada Bagian-Bagian Keris
Berbicara tentang makna, maka kita akan dihadapkan pada bentuk-bentuk makna itu sendiri. Perhatian terhadap bentuk-bentuk makna ini sering kita dengar dalam diskursus-diskursus yang terdapat di dalam ilmu bahasa atau biasa dikenal dengan nama linguistik. Di sana kita akan menemui banyak sekali penggolongan makna yang didasarkan atas berbagai variabel yang mengikutinya. Namun demikian cukuplah kiranya jika dalam tulisan ini kita cukup mencantumkan bentuk makna yang bernama makna leksikal dan makna kultural. Kedua bentuk makna ini dapat menjadi alat untuk menjelaskan “makna” yang terkandung dalam bagian-bagian keris.
Mansoer Pateda (2001: 119) menyebutkan bahwa makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca dalam kamus bahasa tertentu.
Sedangkan makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya dengan budaya tertentu. Untuk mengetahui adanya makna kultural yang berkembang maka perlu diketahui terlebih dahulu makna leksikalnya.
Berikut tersaji makna leksikal dan kultural pada bagian-bagian keris.
1. angkup
a. Makna leksikal :
Makna angkup menurut Poerwadarminta (1939: 16) adalah bungkus dari buah atau bunga pada waktu masih kuncup. Sedangkan makna angkup yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari warangka yang berbentuk melengkung ke dalam. Jika dipasangi ukiran maka bagian ini adalah bagian yang dekat dengan ukiran.
b. Makna kultural :
Manusia itu harus andhap asor, yaitu berlaku rendah hati kepada sesama manusia. Sedangkan kepada Tuhan harus bersikap tawakal. Selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan. (Arifin, 2006: 328).
a. Makna leksikal :
Makna latha menurut Poerwadarminta (1939 : 263) adalah: (1) lekukan yang ada di dagu; (2) tumbuhan yang merambat. Sedangkan makna latha yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari warangka yang terletak dekat dengan ri cangkring. Berbentuk seperti sebuah cekungan.
b. Makna kultural :
Latha berhubungan dengan kata dilatha yang berarti wajah pengantin yang dihiasi. Hal ini bermakna, manusia harus dihiasi dengan tindak-tindak yang menyenangkan jika ingin memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
a. Makna leksikal :
Makna patra menurut Poerwadarminta (1939 : 477) adalah: (1) daun; (2) surat. Sedangkan makna patra yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari ukiran yang berupa cekungan-cekungan yang teratur berbentuk semacam guratan-guratan yang berpola yang terletak di bagian sudut yang melengkung sebelah atas dan bagian yang dekat dengan cembungan di bagian bawah.
b. Makna kultural :
Patra merupakan perlambangan dari kawula ‘hamba’ dan Gusti ‘Tuhan’. Gusti dilambangkan oleh ukiran yang ada di bagian kepala, sedangkan kawula dilambangkan pada ukiran yang berada di bagian bawah dekat dengan cembungan. Persatuan antara kawula dan Gusti mewujudkan manusia yang ideal. Manusia yang bisa menjadi contoh bagi manusia lain. Karena sifat-sifat ketuhanan yang telah melekat pada dirinya. Hal seperti inilah yang hendaknya dituju oleh semua manusia.
a. Makna leksikal :
Makna mendhak menurut Poerwadarminta (1939 : 307) adalah: (1) agak menunduk sebagai tanda penghormatan; (2) agak turun, agak ambles, berkurang. Sedangkan makna mendhak yang berkaitan dengan keris adalah cincin keris atau bagian yang melingkari pesi di antara ganja dan ukiran.
b. Makna kultural :
Mendhak memiliki makna bahwa manusia harus berusaha untuk menundukkan diri pribadi agar dapat menjadi manusia yang sempurna. Mendhak berarti merendahkan diri (Lumintu, 2004: 26).
a. Makna leksikal :
Makna gandar menurut Poerwadarminta (1939: 130) adalah: (1) kayu sarung dari keris; (2) sifat atau bentuk yang baik. Poerwadarminta telah menyebutkan secara eksplisit tentang makna gandar yang langsung berkaitan dengan keris. Namun, perlu kiranya untuk dilengkapi lagi. Gandar adalah bagian dari warangka yang berfungsi sebagai pelindung bilah keris secara langsung. Gandar merupakan suatu selongsong dari kayu lurus di bawah bentuk perahu dari warangka.
b. Makna kultural :
Gandar adalah perlambangan dari bentuk dedeg pangadeg (bangun suatu badan), sebagai suatau keadaan yang sudah pinasthi, ditentukan bagi masing-masing manusia (Arifin, 2006: 328)
6. pendhok
a. Makna leksikal :
Makna pendhok menurut Poerwadarminta (1939 : 484) adalah selubung gandar keris yang terbuat dari perak, emas dan lain sebagainya.
b. Makna kultural :
Suatu pesan moral terhadap manusia, yang mengandung makna ingkang andhok tata kramanireki atau yang jelas sikap sopan santunnya (Arifin. 2006: 328). Manusia harus bisa bersopan santun jika ingin dihargai oleh orang lain.
7. bungkul
a. Makna leksikal :
Makna bungkul menurut Poerwadarminta (1939: 54) adalah: (1) bagian yang menggelembung kecil pada tongkat atau pegangan payung; (2) alat bantu hitung untuk bawang atau kapas, sedangkan makna bungkul yang berkaitan dengan keris adalah bagian keris yang terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ganja. Berbentuk membulat.
b. Makna kultural :
Bungkul merupakan perlambangan tekad yang bulat dan pasti. Ketika sesorang telah memiliki cita-cita, maka sudah sewajarnya jika cita-cita tersebut diusahakan untuk dicapai dengan suatu tekad yang bulat serta mantap.
8. gandhik
a. Makna leksikal :
Makna gandhik menurut Poerwadarminta (1939: 131) adalah: (1) batu yang berbentuk silinder yang dipakai untuk menggerus sesuatu; (2) berjodohan untuk kucing, sedangkan makna gandhik yang berkaitan dengan keris adalah besi yang menggemuk dan tebal di bagian muka keris. Gandhik merupakan tempat kembang kacang, jalen, dan lambe gajah.
b. Makna kultural :
Gandhik melambangkan kepasrahan kepada Sang Maha Pencipta. Manusia diharapkan membaktikan dan menyerahkan dirinya hanya kepada Tuhan. Bukan kepada benda-benda yang ada dunia. Sebab Tuhan telah mengetahui apa yang terbaik bagi manusia.
9. ganja
a. Makna leksikal :
Makna ganja menurut Poerwadarminta (1939: 130) adalah: (1) dasar pesi keris yang lekat dengan bilah; (2) penyangga di ujung pilar. Poerwadarminta telah menerangkan ganja yang berkaitan dengan keris. Namun, perlu kiranya untuk ditambahkan lagi maknanya menjadi bagian pangkal, dasar, atau alas dari sebuah kerangka bangun suatu bilah keris, yang secara fisik terlihat bagaikan kerangka bawah yang berfungsi sebagai pilar dasar dari bilah keris, yang bentuknya lebih melebar ke depan dan ke belakang untuk memberi perlindungan kepada tangan si pemegang keris.
b. Makna kultural :
Ganja adalah perlambangan dari wanita, sedangkan perlambangan pria adalah pesi. Penyatuan antara ganja dan pesi yang membentuk kesatuan keris secara utuh melambangkan proses kelahiran manusia yang memerlukan pria dan wanita untuk dapat menjadi manusia.
10. greneng
a. Makna leksikal :
Makna greneng menurut Poerwadarminta (1939 : 162) adalah: (1) sesuatu yang mirip seperti kaitan kecil; (2) bentuk yang seperti gigi pada hiasan. Sedangkan makna greneng yang berkaitan dengan keris adalah ornamen berbentuk huruf Jawa dha yang berderet dan letaknya di bagian bawah ujung ganja, dan sering dibuat rangkap sehingga terletak sampai ujung bilah keris.
b. Makna kultural :
Greneng merupakan perlambangan dari dada. Karena di dalam greneng terdapat beberapa bentuk ornamen berbentuk huruf Jawa dha. Sehingga terdapat bacaan dhadha atau dada dalam bahasa Indonesia. Kaitannya dengan keris, dada merupakan perlambangan dari kejujuran. Tanpa kejujuran maka manusia pasti akan menemui kecelekaan dalam hidupnya.
11. janur
a. Makna leksikal :
Makna janur menurut Poerwadarminta (1939 : 80) adalah daun kelapa yang masih muda, sedangkan makna janur yang berkaitan dengan keris adalah bentuk yang menyerupai lidi yang berada di antara sogokan.
b. Makna kultural :
Janur adalah daun kelapa yang masih muda. Lemes. Istilah perkerisan memaknai hal tersebut sebagai watak yang luwes. Manusia diharapkan memiliki watak yang luwes, tidak kaku dan suka bermusyawarah.
12. landhep
a. Makna leksikal :
Makna landhep menurut Poerwadarminta (1939 : 259) adalah: (1) tidak tumpul; (2) mudah mengerti; (3) perkataan yang menyakitkan hati. Sedangkan makna landhep yang berhubungan dengan keris adalah bagian keris yang tajam di sisi samping
b. Makna kultural :
Bagian sisi keris yang tajam melambangkan penyembahan kepada Tuhan secara lahir dan batin. Dua sisi tersebut (lahir dan batin) dilambangkan pada dua sisi yang tajam pada bilah keris. Penyembahan kepada Tuhan harus dilakukan dengan sebenar-benarnya. Jangan sampai hanya lahir saja tapi batin tidak ikut, begitu juga sebaliknya. Lahir tanpa batin seperti orang munafik. Sedangkan batin saja tanpa lahir seperti orang yang kurang sempurna.
13. wedidang
a. Makna leksikal :
Makna wedidang menurut Poerwadarminta (1939 : 659) adalah: (1) diantara lutut dan telapak kaki; (2) otot pada tumit. Sedangkan makna wedidang yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari bilah keris bagian bawah yang berada di atas greneng. Bagian ini merupakan bagian belakang dari sebuah keris.
b. Makna kultural :
Makna wedidang secara kultural ternyata memiliki makna yang sama dengan buntut urang yaitu kita harus mengikuti nasihat guru. Manusia yang sedang menuntut ilmu hendaknya selalu mengikuti nasihat guru dan patuh kepadanya. Sebab, apapun yang dikatakan oleh guru pasti untuk kebaikan sang murid. Jadi, jika ingin sukses maka patuh pada nasihat guru harus dilaksanakan.
14. pesi
a. Makna leksikal :
Makna pesi menurut Poerwadarminta (1939 : 488) adalah: (1) tonjolan dari pisau atau keris yang masuk pada bagian pegangan; (2) burung. Secara lebih rinci makna pesi yang berkaitan dengan keris adalah besi yang bundar dan memanjang antara lima sentimeter hingga delapan sentimeter yang menjadi tangkai keris yang masuk ke dalam pegangan atau ukiran.
b. Makna kultural :
Pesi merupakan lambang pria, sebagai lawan dari ganja yang merupakan lambang wanita. Persatuan antara pria dan wanita (pesi dan ganja) telah melahirkan suatu makhluk yang disebut dengan manusia. Jadi dua jenis manusia itu adalah suatu keniscayaan yang harus ada demi berlangsungnya kehidupan.
15. panetes
a. Makna leksikal :
Panetes berasal dari kata dasar tetes yang bermakna: (1) kebal; (2) bentuk krama inggil dari berkhitan; (3) tindik; (4) pas, persis sama; (5) nyata (Poerwadarminta, 1939 : 604). Awalan pa- biasa membentuk kata benda. Panetes adalah alat yang digunakan untuk membuat lubang. Sedangkan makna panetes yang berkaitan dengan keris adalah bagian bilah keris yang paling ujung atas.
b. Makna kultural :
Panetes merupakan bagian yang tajam pada keris di bagian ujung. Merupakan wujud dari penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Bagian yang tajam berarti ketika menyembah Tuhan, harus dilandasi dengan ketajaman atau kesungguhan. Penyembahan hanya dilkukan kepada Tuhan.
16. godhongan
a. Makna leksikal :
Menurut Poerwadarminta (1939: 158) godhong adalah: (1) bagian dari tumbuh-tumbuhan yang berwujud lembaran hijau dengan pegangan; (2) penutup dari jendela atau pintu; (3) bagian dari sesuatu yang bersifat melebar. Akhiran -an biasanya membentuk makna sesuatu yang bersifat seperti. Maka, godhongan dapat kita maknai sebagai sesuatu yang bersifat seperti daun. Sedangkan makna godhongan yang berkaitan dengan keris adalah bagian warangka yang terlihat melebar dan tipis seperti daun.
b. Makna kultural :
Godhongan merupakan suatu perlambang tentang keadaan jiwa manusia yang merupakan loro-loroning atunggal, antara Gusti dan kawula, sehingga harus merupakan satu abipraya atau satu tekad, kehendak, dan niat (Arifin, 2006: 328).
17. ukiran
a. Makna leksikal :
Ukiran berasal dari kata dasar ukir yang bermakna: (1) gunung; (2) menatah kayu dengan bentuk tanaman (Poerwadarminta, 1939 : 437). Akhiran -an membentuk kata benda atau hasil dari proses. Sehingga ukiran bermakna sebagai hasil dari barang yang telah diukir. Kaitannya dengan keris ukiran bermakna sebagai bagian dari perabot keris tempat pegangan bilah keris dalam keadaan terhunus dan tempat memasukkan pesi keris.
b. Makna kultural :
Ukiran menandakan bahwa Tuhan adalah Maha Luhur selalu melebihi apa saja yang diunggulkan. Hal ini tidak boleh dipungkiri. (Lumintu, 2004: 26).
18. wilahan
a. Makna leksikal :
Wilahan bersal dari kata dasar wilah yang berarti: (1) potongan bambu ; (2) besi dari keris; (3) bagian dari gender, saron, atau gambang yang ditabuh (Poerwadarminta, 1939 : 663). Akhiran -an membentuk kata benda. Secara tersurat Poerwadarminta telah menyebutkan makna wilahan yang berkaitan dengan keris seperti di atas. Lebih lengkapnya wilahan adalah bagian terbesar dari wujud bilah keris itu sendiri, tempat sebagian besar detail keris berada, terletak di atas ganja.
b. Makna kultural :
Wilahan merupakan lambang penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Suatu penyembahan yang dilandasi oleh tiga ketajaman, yaitu tajam di ujung (panetes) dan tajam di kedua sisi (landhep). Tajam diujung berarti hanya menyembah satu Tuhan sedangkan tajam di sisi merupakan perlambangan bahwa penyembahan kepada Tuhan harus dengan lahir dan batin. Menyembah satu Tuhan dengan perwujudan lahir dan batin akan membawa dampak yang luar biasa bagi manusia. Dampak yang terjadi adalah manusia akan memperoleh ketenangan. Baik ketenangan lahir maupun ketenangan batin. Kedua hal tersebut nantinya akan dapat menjadi modal dasar untuk membentuk kehidupan manusia dengan lebih baik. Tidak ada lagi permusuhan di antara manusia karena yang dituju hanyalah kedamaian dan keselarasan dengan Tuhan dan manusia.
19. blumbangan
a. Makna leksikal :
Makna blumbangan menurut Poerwadarminta (1939: 50) adalah iket atau kemben yang hiasan batiknya hanya ada di tepi kain, sedangkan makna blumbangan yang berkaitan dengan keris adalah bagian yang cekung di belakang gandhik.
b. Makna kultural :
Manusia diharapkan mampu untuk menampung berbagai macam persoalan. Ketika banyak sekali masalah yang dihadapi, maka tidak serta merta berputus asa dan menyerahkan semuanya kepada keadaan. Tapi yang dilakukan adalah bersabar serta menyerahkan semua urusan kepada Tuhan. Namun tetap harus ada usaha untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
20. sogokan
a. Makna leksikal :
Makna sogok menurut Poerwadarminta (1939 : 578) adalah: (1) segala sesuatu yang agak panjang digunakan untuk mengorek; (2) kunci; (3) bengis. Akhiran -an membentuk kata benda, sehingga sogokan adalah alat yang digunakan untuk mengorek (menyogok), sedangkan makna sogokan yang berkaitan dengan keris adalah bagian keris yang membujur seperti parit, memanjang terletak di depan dan di belakang janur.
b. Makna kultural :
Sogokan berbentuk alur yang mengarah ke atas seakan mendesak bilah. Hal ini melambangkan manusia hendaknya selalu berusaha untuk mencari tahu tentang ilmu. Karena ilmu itu begitu luas dan tidak ada habisnya, maka kita harus selalu dengan tekun untuk menuntut ilmu.
21. sraweyan
a. Makna leksikal :
Makna sraweyan menurut Poerwadarminta (1939 : 581) adalah: (1) terlihat berumbai-rumbai; (2) bergerak-gerak tangannya melambai, sedangkan makna sraweyan yang berkaitan dengan keris adalah bagian keris yang bentuknya tebalan melandai yang terletak di belakang sogokan paling belakang sampai ke greneng.
b. Makna kultural :
Sraweyan dikatakan sebagai orang yang suka usil mencari-cari cacat atau kekurangan orang. Hal ini mengingatkan manusia agar tidak mencari keslahan atau cacat orang lain, karena kita sendiri pun masih penuh dengan kesalahan dan cacat yang tidak diketahui oleh orang lain.
22. ada-ada
a. Makna leksikal :
Makna ada-ada menurut Poerwadarminta (1939: 1-2) adalah: (1) serat yang tegak pada daun; (2) bagian untuk pegangan pada bulu; (3) alat untuk menopang; (4) tanda dalam sistem penulisan aksara Jawa; (5) memulai melakukan sesuatu yang belum pernah ada; (6) pendapat yang pertama kali; (7) suluk dalam pertunjukan wayang. Sedangkan makna ada-ada yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari bilah keris yang berada di bagian tengah. Dimulai dari arah pangkal keris sampai ujung keris.
b. Makna kultural :
Manusia harus berhati-hati di dalam segala tindakannya. Tanpa kehati-hatian yang dilakukan maka akan menyebabkan kejelekan dan kecelakaan bagi manusia. Manusia harus berjalan tepat pada jalurnya. Jalan yang lurus yaitu jalan yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahasa Jawa mengenal kata ada-ada sebagai ‘sesuatu gagasan yang baru’. Oleh karena itu, ada-ada juga dapat dimaknai hendaknya manusia selalu memiliki inisiatif dalam hidupnya, supaya semakin kreatif dan akhirnya dapat membawa kemajuan bagi lingkungan sekitar
23. warangka
a. Makna leksikal :
Makna warangka menurut Poerwadarminta (1939 : 669) adalah: (1) penjara; (2) kayu sarung keris dan tombak.
b. Makna kultural :
Wrangka ladrang terbuat dari kayu. Istilah kayu diambil dari penggunaan kata bahasa Arab yakni syajaratul yakin (pohon keyakinan), yang mengandung kepastian bahwa hidup itu tidak mati.
24. ri cangkring
a. Makna leksikal :
Makna ri menurut Poerwadarminta (1939 : 529) adalah: (1) duri yang ada di pohon; (2) tulang pada ikan yang tajam-tajam; (3) hari; (4) adik; (5) di, ketika, oleh, sedangkan cangkring adalah pohon sebangsa dhadhap yang mempunyai duri (Poerwadarminta, 1939 : 626). Jadi, ri cangkring secara harfiah berarti duri pohon cangkring. Makna ri cangkring yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari warangka berada di samping latha. Berbentuk seperti duri yang keluar dari sisi samping warangka
b. Makna kultural :
Ri cangkring berarti pundak (Lumintu, 2004: 25). Manusia harus mampu memikul semua tanggung jawab yang telah diberikan Tuhan kepadanya, yaitu sebagai pemimpin di dunia ini. Minimal menjadi pemimpin bagi diri sendiri.
25. buntut urang
a. Makna leksikal :
Makna buntut menurut Poerwadarminta (1939: 53) adalah: (1) bagian tubuh hewan lanjutan dari tulang belakang; (2) perkara yang menyusul. Sedangkan urang adalah udang. Maka, buntut urang bermakna ekor dari udang. Selain itu, Poerwadarminta juga menyebutkan bahwa buntut-urang memiliki arti berupa rambut yang berada di tengkuk (1939: 53). Makna buntut urang yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari ganja yang berada paling ujung belakang.
b. Makna kultural :
Buntut urang bermakna kita harus mengikuti nasihat guru. Manusia yang sedang menuntut ilmu hendaknya selalu mengikuti nasihat guru dan patuh kepadanya. Sebab, apapun yang dikatakan oleh guru pasti untuk kebaikan sang murid. Jadi, jika ingin sukses maka patuh pada nasihat guru harus dilaksanakan.
26. gulu meled
a. Makna leksikal :
Makna gulu menurut Poerwadarminta (1939 : 154) adalah: (1) bagian badan manusia antara kepala dan tubuh; (2) bagian yang mengecil untuk kendi, botol, dan lain sebagainya; (3) laras bilah gamelan yang kedua. Sedangkan meled bermakna keluar lidahnya (Poerwadarminta, 1939 : 301). Jadi, gulu meled dapat diartika sebagai leher yang menjulur keluar. Makna gulu meled yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari ganja yang berada di belakang sirah cecak sebelum bagian yang menggembung di bagian tengah ganja.
b. Makna kultural :
Gulu meled secara harfiah bermakna leher yang atau leher terjulur yang memanjang. Istilah lain dalam bahasa Jawa adalah manglung ‘menunduk’ (Poerwadarminta, 1939 : 294). Hal ini senada dengan ungkapan dalam dunia pewayangan yang berbunyi : “nganglungaken jangga, nilingaken karna“. Kurang lebih bermakna leher memanjang (menunduk) telinga dipasang. Hal ini berarti seseorang yang melakukan itu sedang benar-benar meperhatikan lawan bicaranya. Gulu meled memberikan kita contoh bahwa sebagai seorang manusia kita harus dapat mendengarkan pendapat orang lain, dan menghargai pendapat yang berbeda dengan kita.
27. kembang kacang
a. Makna leksikal :
Makna kembang menurut Poerwadarminta (1939 : 205) adalah calon buah yang umumnya mempunyai lembaran, tangkai sari, bakal buah, serta indah bentuknya. Sedangkan kacang adalah salah satu jenis tumbuhan yang buahnya ada yang di dalam tanah juga ada yang menggantung berjulur-julur panjang berwarna hijau. Jadi, kembang kacang dapat diartikan sebagai bunga dari tumbuhan kacang. Makna kembang kacang yang berkaitan dengan keris adalah bagian keris yang berada pada gandhik yang berbentuk seperti belalai gajah, berada di atas lambe gajah.
b. Makna kultural :
Kembang kacang yang akan menjadi buah pasti merunduk, lalu putiknya menjadi isi. Ilmu perkerisan mengartikan sebagai manusia yang memiliki ilmu lebih tidak akan berlaku sombong, malah akan selalu menunduk.
28. lambe gajah
a. Makna leksikal :
Makna lambe menurut Poerwadarminta (1939 : 258) adalah: (1) tepi dari mulut; (2) tepi dari cangkir, piring dan sebagainya; (3) tepi dari jurang, perahu, sumur, dan sebagainya; (4) perkataan, sedangkan gajah adalah hewan yang memiliki belalai dan gading. Lambe gajah secara harfiah berarti bibir dari gajah. Makna lambe gajah yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari keris yang berada di gandhik di sebelah bawah kembang kacang. Wujudnya berupa tonjolan seperti bibir. Beberapa keris ada yang memilikinya lebih dari satu buah.
b. Makna kultural :
Lambe gajah adalah untuk berbicara. Maka dalam arti perkerisan,manusia diharapkan berhati-hati dalam berbicara dan mengeluarkan tutur kata. Kata-kata yang keluar tidak dengan pertimbangan, dapat menyebabkan suatu hubungan di antara sesama manusia menjadi tidak baik. Maka sudah menjadi suatu keharusan bagi manusia untuk menjaga semua perkataannya, dalam rangka memayu hayuning bawana, menjaga keseimbangan dunia.
29. sirah cecak
a. Makna leksikal :
Makna sirah menurut Poerwadarminta (1939 : 565) adalah: (1) kepala; (2) alat bantu hitung untuk manusia; (3) sumber air yang besar, sedangkan cecak adalah: (1) hewan sebangsa tokek tetapi kecil; (2) titik; (3) bentuk diakritik dalam sistem penulisan aksara Jawa (Poerwadarminta, 1939 : 636). Sirah cecak secara harfiah berarti kepala cicak. Makna sirah cecak yang berkaitan dengan keris adalah bagian paling depan dari sebuah ganja. Jika dilihat dari arah pesi, terlihat seperti kepala cicak. Dunia perkerisan Jawa juga mengenal istilah lain dari sirah cecak yang mengacu pada referen yang sama yaitu endhas cecak.
b. Makna kultural :
Sirah cecak melambangkan kepala. Kepala adalah tempat berfikir bagi manusia. Seorang manusia yang baik hendaknya suka menggunakan pikirnya untuk menyelesaikan masalah. Suka belajar, dan menerima ilmu atau petuah-petuah.
30. tikel alis
a. Makna leksikal :
Makna tikel menurut Poerwadarminta (1939 : 605) adalah: (1) patah; (2) tekuk; (3) rangkap, sedangkan alis adalah rambut di atas mata (Poerwadarminta, 1939 : 7). Tikel alis sendiri, menurut Poerwadarminta adalah alis yang bertemu (1939 : 605). Makna tikel alis yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari keris yang terletak di atas blumbangan di depan sogokan yang berwujud alur pendek.
b. Makna kultural :
Tikel alis berarti alis yang bertemu. Suatu pertanda orang yang sedang berpikir atau sedang keheranan. Hal ini bermakna bahwa manusia harus selalu bersikap penuh tanda tanya terhadap segala sesuatu. Artinya selalu bersikap waspada.
31. sebit lontar
a. Makna leksikal :
Makna sebit menurut Poerwadarminta (1939 : 551) adalah robek. Sedangkan lontar adalah daun tal yang pada waktu dahulu digunakan sebagai media untuk menulis (Poerwadarminta, 1939 : 282). Jadi, sebit lontar secara harfiah bermakna robekan daun tal. Makna sebit lontar yang berkaitan dengan keris adalah bagian ganja yang melandai ke bawah di bagian ekor.
b. Makna kultural :
Sebit lontar berbentuk melingkar menurun ke bawah. Seperti air yang memancur. Hal ini bermakna manusia yang baik adalah manusia yang selalu mengamalkan ilmunya kepada orang lain. Jika ada kesulitan di pihak lain, maka kita bersedia untuk menolongnya sesuai dengan kemampuan kita.
32. pamor
a. Makna leksikal :
Pamor adalah : (1) campuran, hal bercampur, bercampur jadi satu ; (2) logam putih yang ditempa pada pada keris, tombak dan sebagainya yang berwujud motif bermacam-macam (Poerwadarminta, 1939 : 462).
b. Makna kultural :
Secara kultural makna pamor disesuaikan dengan nama pamor tersebut. Seperti contoh pamor yang sering keluar di dalam sebilah keris adalah pamor wos wutah. Pamor Pamor wos wutah melambangkan kesejahteraan dalam hal keduniaan. Seorang pemilik keris diharapkan ketika memiliki keris dengan pamor wos wutah, maka kehidupannya akan tercukupi semua.
Simpulan
Makna leksikal pada istilah-istilah tersebut menunjuk pada keterangan letak istilah tersebut di dalam bilah keris, sedangkan makna kultural yang terkandung pada istilah-istilah ini sebagian besar berisikan ajaran-ajaran luhur bagi manusia untuk dapat berlaku dan bertindak di dalam dunia ini agar tercapai keselamatan dan dapat menggapai kesuksesan di dunia dan akhirat.
Komentar
Posting Komentar